Materi Pelajaran Kelas IV
Empat Peristiwa Yang Dilihat pangeran Sidharta
1. Peristiwa Pertama dan Kedua
Ketika Pangeran Siddharta
menginjak usia 29 tahun, suatu hari muncul keinginannya untuk mengunjungi Taman Kerajaan.
Beliau memerintahkan kusirnya, “Channa, siapkan kereta. Aku akan berkunjung ke
Taman Kerajaan.” “Baiklah,” jawab Channa yang segera menyiapkan kereta. Kereta
itu ditarik oleh empat ekor kuda berwarna putih bersih. Kecepatannya bagaikan
burung garuda, raja segala burung
a. Melihat Orang Tua
Ketika Pangeran sedang
berada dalam perjalanan menuju Taman Kerajaan, para Dewa Brahma di alam
Suddhavasa berunding, “Waktunya bagi Pangeran Siddharta untuk menjadi Buddha
makin dekat. Mari kita perlihatkan pertanda yang akan membuat Pangeran
melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.” Mereka menyuruh salah satu Dewa Brahma
di alam Suddhavasa menyamar sebagai orang tua. Orang tua itu berambut putih,
tidak bergigi, punggungnya bungkuk dan berjalan gemetaran menggunakan tongkat.
Orang tua itu penjelmaan dewa dan dia tidak dapat dilihat orang lain selain
Pangeran Siddharta dan kusirnya.
Saat melihat orang tua,
Pangeran bertanya kepada Channa, “Channa, rambut orang itu tidak seperti orang
lain, rambutnya semua putih. Badannya juga tidak seperti badan orang lain,
giginya tidak ada, badannya kurus kering, punggungnya bungkuk, dan gemetaran.
Disebut apakah orang itu?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu
disebut orang tua.” Pangeran Siddharta belum pernah mendengar kata ‘orang tua’ apalagi
melihatnya. Ia bertanya lagi kepada Channa, “Channa, belum pernah Aku melihat
yang seperti ini, yang rambutnya putih, tidak
bergigi, begitu kurus, dan
gemetaran dengan punggung bungkuk. Apakah artinya orang tua?” Channa menjawab, “Yang
Mulia, orang yang telah hidup lama disebut orang tua. Orang tersebut hanya
memiliki sisa hidup yang pendek.” Pangeran kemudian bertanya, “Channa,
bagaimana itu? Apakah Aku juga akan menjadi orang tua? Apakah Aku tidak dapat
mengatasi usia tua?” Channa menjawab, “Yang Mulia, semua, termasuk Anda, juga
saya, akan mengalami usia tua. Tidak seorang pun yang dapat mengatasi usia tua.”
Pangeran berkata, “Channa, jika semua manusia tidak dapat mengatasi usia tua,
Aku juga akan mengalami usia tua. Aku tidak ingin lagi pergi ke Taman Kerajaan
dan bersenang-senang. Berbaliklah dari tempat ini dan pulang ke istana.” “Baiklah,
Yang Mulia,” jawab Channa.
b. Melihat Orang Sakit
Setelah empat bulan berlalu
dalam kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman
Kerajaan. Pangeran Siddharta mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda putih
seperti sebelumnya. Di perjalanan, Pangeran melihat pertanda yang diciptakan
oleh para dewa untuk kedua kalinya. Pangeran melihat orang yang terbaring lemah.
Orang itu sangat kesakitan diserang penyakit. Dia hanya dapat duduk dan
berbaring jika dibantu oleh orang lain. Dia berbaring lemah di tempat tidurnya
dengan ditutupi kotorannya sendiri. Pangeran bertanya kepada kusirnya, “Channa,
mata orang itu tidak seperti mata orang lain, terlihat lemah dan goyah.
Suaranya juga tidak seperti orang lain, ia terus-menerus menangis. Tubuhnya
juga tidak seperti tubuh orang lain. Terlihat seperti kelelahan. Disebut apakah
orang seperti itu?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang
seperti itu disebut orang sakit’.” Pangeran
Siddharta belum pernah melihat orang sakit sebelumnya,
bahkan mendengar kata ‘orang sakit’ saja belum pernah. Dia bertanya lagi kepada kusirnya, “Channa, Aku belum pernah
melihat orang seperti itu. Duduk dan berbaring
harus dibantu oleh orang lain. Tidur di
tumpukan kotorannya sendiri dan terus-menerus menjerit. Apakah orang sakit itu? Jelaskanlah kepada-Ku.” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang sakit adalah
orang yang tidak mengetahui apakah dia akan
sembuh atau tidak dari penyakit yang
dideritanya saat ini.” Pangeran
bertanya lagi, “Channa, bagaimana ini? Apakah Aku juga bisa sakit? Apakah Aku
tidak dapat mengatasi penyakit?” Channa menjawab, “Yang Mulia, kita semua,
termasuk Anda juga saya, akan menderita sakit dan tidak seorang pun yang dapat
terhindar dari penyakit.” Pangeran berkata, “Channa, jika semua manusia tidak
dapat terhindar dari penyakit, Aku juga akan menderita sakit, Aku tidak ingin
pergi lagi ke Taman Kerajaan dan bersenang-senang di sana. Berbaliklah dari tempat
orang sakit tadi terlihat dan pulang ke istana.” “Baiklah, Yang Mulia,” jawab
Channa.
2. Peristiwa Ketiga dan Keempat
Suatu ketika, Pangeran Siddharta
tertipu dan tertarik oleh lima kenikmatan indria. Tipuan itu diatur oleh
ayah-Nya, Raja Suddhodana. Hal itu untuk menghalang-halangi-Nya melepaskan
keduniawian dan menjadi petapa.
a. Melihat Orang Mati
Setelah empat bulan berlalu dalam
kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman Kerajaan.
Pangeran mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda putih seperti sebelumnya. Di
perjalanan Pangeran melihat pertanda yang diciptakan oleh para dewa untuk
ketiga kalinya. Saat itu, banyak orang berkumpul. Ada tandu jenazah yang
berhiaskan kain berwarna-warni. Pangeran bertanya kepada kusirnya, “Channa,
mengapa orang-orang ini berkumpul? Mengapa mereka mempersiapkan tandu yang
dihias kain berwarna-warni?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang-orang itu
berkumpul dan mempersiapkan sebuah tandu karena ada seseorang yang mati.” Pangeran
belum pernah melihat orang mati sebelumnya, bahkan mendengar kata ‘orang mati’
saja belum pernah. Dia bertanya lagi kepada kusirnya, “Channa, jika mereka
berkumpul dan mempersiapkan sebuah tandu, antarkan Aku ke tempat orang mati
itu.” Si kusir menjawab, “Baiklah, Yang Mulia,” dan mengarahkan keretanya menuju
tempat orang mati itu dibaringkan. Ketika Pangeran melihat orang mati itu, Dia
bertanya, “Channa, apakah orang mati itu?” Si kusir menjawab, “Yang Mulia, jika
seseorang mati, sanak saudaranya tidak akan dapat bertemu dengannya lagi. Dia
juga tidak dapat bertemu dengan sanak saudaranya.” Pangeran bertanya lagi, “Channa,
bagaimana ini? Apakah Aku juga bisa mati seperti orang itu? Apakah Aku tidak
dapat mengatasi kematian? Apakah ayah-Ku, ibu-Ku, dan sanak saudara-Ku tidak
dapat bertemu dengan-Ku lagi suatu hari nanti? Apakah Aku juga tidak akan
bertemu dengan mereka lagi suatu hari nanti?” Channa menjawab, “Yang Mulia,
kita semua, termasuk Anda juga saya, pasti mengalami kematian dan tidak seorang
pun yang dapat terhindar dari kematian.” Pangeran berkata, “Channa, jika semua
manusia tidak dapat menghindar dari kematian, Aku juga akan mengalami kematian.
Aku tidak ingin lagi pergi ke Taman Kerajaan dan bersenang-senang di sana. Berbaliklah
dari tempat orang mati ini dan pulang ke istana.” “Baiklah, Yang Mulia,” jawab
Channa.
b. Melihat Petapa
Setelah empat bulan berlalu dalam
kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman Kerajaan.
Pangeran mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda Kanthaka seperti sebelumnya.
Di perjalanan itu, Pangeran melihat pertanda yang diciptakan oleh para dewa
untuk keempat kalinya. Seorang petapa dengan kepala gundul, janggut dicukur dan
mengenakan jubah berwarna kulit kayu. Pangeran berkata. “Channa, kepala orang
ini tidak seperti kepala orang-orang lain, kepalanya dicukur bersih dan
janggutnya juga tidak ada. Pakaiannya juga tidak seperti pakaian orang-orang
lain, berwarna seperti kulit kayu. Disebut apakah orang seperti itu?” Channa
menjawab, “Yang Mulia, dia adalah Petapa.”
Pangeran Siddharta bertanya lagi,
“Channa, apakah ‘Petapa’ itu? Jelaskanlah kepada-Ku!” Channa menjawab, “Yang
Mulia, petapa adalah seseorang yang berpendapat bahwa lebih baik melatih
sepuluh kebajikan. Hal itu dimulai dari kedermawanan, telah melepaskan
keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu. Dia adalah seorang yang
berpendapat lebih baik melatih sepuluh perbuatan baik yang sesuai kebenaran,
bebas dari noda, suci dan murni. Dia adalah seorang yang berpendapat lebih baik
tidak melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain dan berusaha untuk
menyejah-terakan makhluk lain.”
Sumber : Buku PAB Kelas 4 SD
Materi di ilustrasikan dalam sebuah video Pembelajaran oleh siswa siswi agama Buddha SDN 2 Plososari Patean.
Berikut ini videonya :
Semoga bermanfaat
0 komentar:
Post a Comment