Pengertian Manusia Seutuhnya
Manusia seutuhnya menurut agama Buddha adalah orang yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (lobha, dosa, moha) secara total, yaitu mereka yang telah mencapai kesucian Arahat, dan mereka yang telah mencapai kesucian batin: sotapanna, Sakadagami, Anagami. Orang yang telah mencapai tingkat kesucian tersebut sangat sulit dijumpai di muka bumi ini, maka untuk menyamakan persepsi umat Buddha dengan tujuan pembangunan Indonesia yang dianggap manusia seutuhnya dalam agama Buddha adalah manusia yang: sehat jasmani dan rohani, sejahtera secara materi (berpenghasilan), dan menjalankan sila (pancasila) dalam kehidupan sehari hari, bergaul dengan harmonis, penuh tanggung jawab, peduli lingkungan.
Pelaksanaan Sila
a. Sila dalam aspek pasif: yaitu melaksanakan sila dengan menghindari (tidak melakukan) perbuatan jahat, sesuai dengan Perturan pelatihan moralitas Buddhis “Pancasila” sabba papasa akaranam
b. Sila aspek positif: setelah menghindari perbuatan jahat, maka selanjutnya kita harus menambah kebajikan dengan berbagai perbuatan baik, mislanya: mengembangkan cinta kasih, menyelamatkan/menolong makhluk lain, berdana, melatih pengendalian hawa nafsu, berbicara benar, melatih dan mengembangkan pikiran. Perbuatan baik yang kita lakukan hendaknya perbuatan yang tidak merugikan pihak manapun, baik diri sendiri maupun makhluk makhluk lainnya. Kusalasa upasampada.
Upaya Menjadi Manusia Seutuhnya
a. Tahap Isolasi:
Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan berumah tangga, pergi mengasingkan diri, dengan tujuan melatih diri mengembangkan kehidupan spiritual, untuk mencari obat yang dapat mengatasi segala penderitaan (sakit tua dan mati). Hingga akhirnya Beliau mencapai penerangan Agung, dan menjadi Buddha.
Bagi manusia awam, tahap isolasi adalah Suatu tahap/proses pendewasaan mental dan prilaku yang pada umumnya dilakukan pada masa pendidikan, dari TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Dari usia 4 s.d. 24 tahun, seseorang menjalani proses pematangan dan pendewasaan mental dan prilaku.
b. Tahap bergaul
Tugas Samma Sambuddha adalah mengajarkan Dhamma dan membentuk Sangha. Semua ajaran yang bermanfaat untuk kemajuan batin dan kesejahteraan semua makhluk diajarakan oleh para Buddha. Sangha dibentuk untuk mewariskan Dhamma kepada generasi generasi berikutnya.
Setelah mengenyam pendidikan dari SD hingga Perguruan Tinggi, selanjutnya kita harus mempraktekkan, mengaplikasikan, menerapkan ilmu ilmu yang kita dapat dalam dunia nyata yaitu pekerjaan yang harus kita hadapi setiap hari.
c. Tahap Transformasi
Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya agama Buddha (Buddha Dhamma) menjadi kekuatan sosial-spiritual, menggariskan etika moral, norma norma, nilai nilai luhur, hukum hukum tingkah laku, yang mengilhami sebagian penduduk dunia dan mengajak semua makhluk untuk meninggalkan kejahatan, serta melakukan jasa jasa kebajikan demi kebahagiaan semua makhluk.
Demikian juga kehidupan duniawi bagi umat awam, setelah melalui berbagai tahap dan proses, ilmu yang kita dapatkan di dunia pendidikan, setelah diterapkan dalam dunia nyata akhirnya dapat diterima dan menjadi suatu sistem (manajemen) yang mampu menjalankan dan memajukan usaha atau perusahan tempat kita bekerja, atau bahkan dapat diterapkan di seluruh dunia untuk kesejahteraan masyarakat dunia, Seperti hasil penemuan para ahli.
Peranan Agama Buddha dalam Pembinaan Manusia Seutuhnya
Agama Buddha sebagai salah satu agama besar di dunia, mempunya peranan yang sangat besar dalam pembinaan manusia seutuhnya dari zaman Kehidupan Sang Buddha hingga pada era globalisasi sekarang ini. Peraturan pelatihan dan etika moral yang tertuang dalam Pancasila, Atthasila, Dasa sila maupun Patimokkha Sila, ajaran ajaran tentang pengembangan cinta kasih dalam kehidupan sosial menuntun setiap umat Buddha untuk senantiasa menghindari berbuat jahat dan selanjutnya mengembangkan kebajikan untuk kebahagiaan dan kedamaian semua makhluk di muka bumi ini.
Pancasila Dasar Negara merupakan tuntunan atau pedoman umum dalam kehidupan sosial, bernegara dan sebagai warga/bangsa Indonesia. Tuntunan ini sangat sejalan dengan Buddha Dhamma.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini mewajibkan setiap warga Indonesia untuk ber-Ketuhanan, percaya dan yakin adanya Tuhan. Percaya dan yakin adanya Tuhan berarti, mengikuti setiap perintah (kebajikan) dan menghindari/tidak melakukan yang dilarang dalam ajaran agama yang kita anut. Mentaati dengan disiplin ajaran agama yang kita anut.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Jika kita mengembangkan Empat Sifat Luhur (brahma vihara) dari dalam diri, maka kehidupan sosial yang harmonis, adil, dan beradab akan kita dapatkan. Tidak ada lagi keributan, kejahatan, penganiayaan, pemerkosaan, dan hal hal lain yang dapat mengganggu ketentraman dan kedamaian.
Empat Sifat Luhur:
1. Metta : Cinta kasih kepada semua makhluk
2. Karuna : B kasihan, rasa ingin menolong makhluk lain yang menderita
3. Mudita : Simpati, ikut bergembira,berbahagia terhadap kebahagiaan makhluk lain
4. Upekkha : Keseimbangan Batin, kesanggupan seseorang untuk tetap tenang, sabar, tidak melakukan ekspresi yang berlebihan ketika ia mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan maupun yang menyenangkan.
Persatuan Indonesia
Semua masalah, sebarat apapun masalah yang kita hadapi, tetapi jika kita bersatu padu untuk memcahkan masalah tersebut, bebannya tidak terlalu berat dirasakan. Hendaklah kita selalu menjaga kebersamaan untuk melakukan hal hal kebajikan, dan memecahkan suatu permasalahan. Hidup rukun, bersatu, dan bersama sama merupakan kebahagiaan tersendiri.
“Sukha sanghassa samagi samangganam tapo sukho, berbahagialah mereka yang dapat bersatu, berbahagialah merka yang dapat tetap dalam persatuan.” Dhammapada 194
“Vivadam bhayato disva avivadanca khemato, samagga sakhila botha esa buddhanusasasmi, Dengan melihat bahaya dari pertengkaran dan rasa aman yang timbul dari sikap menghindari pertengkaran, hendaklah seseorang bersikap menjunjung persatuan dan kesatuan. Inilah ajaran Sang Buddha” Khuddaka Nikaya, Cariyapitaka 33/595
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Kepeimimpinan yang demokratis telah ditunjukkan secara sempurna oleh Sang Buddha, yaitu dalam organisasi SANGHA yang dibentuk oleh Sang Buddha. Semua keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Penyelesaian hukuman (sanghakamma) bagi bhikkhu yang melanggar aturan kebhikkhuan diperlukan musyawarah anggota Sangha setidaknya 20 orang bhikkhu. Dengan melihat aturan yang jelas, dan tujuan dari peraturan, tujuan dari pelaksanaan hukuman untuk kemajuan dan perbaikan prilaku bagi bhikkhu yang bersalah. Konsili/sidang agung sangha dilakukan untuk melestarikan Buddha Dhamma, yang akhirnya melahirakan Kitab Suci Tipitaka.
Dalam Mahaparinibbana Sutta, Sang Buddha menerangkan bahwa:
“Ananda, apakah kau mendengar bahwa kaum vajji sering mengadkan permusyawaratan, dan adakah permusyawaratan mereka cukup banyak pesertanya?
“Bhante, demikianlah yang saya dengar bahwa kaum Vajji sering mengadakan permusyawaratan dan cukup banyak pesertanya”
“Ananda, selama kaum Vajji sering mengadkan permusyawatan dan cukup banyak pesertanya, maka dapatlah diharapkan perkembangan mereka, buka keruntuhan.”
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil = rata, sama, tidak membeda bedakan, tidak ada diskriminiasi, tidak berat sebelah, seimbang, balance.
Sosial รจ seluruh lapisan masyarakat, seluruh rakyat Indonesia
Keadilan Sosial :
Kesamaan dan kesesuaian hak dan kewajiban bagi setiap orang sesuai dengan bidang, bagian, dan tugansnya atau tanggung jawab masing masing.
Adil bukan berati sama, pada kasus tertentu adil dapat diartikan sesuai, dalam hal ini setiap orang akan mendapatkan haknya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Agama Buddha selalu mengajarkan keadilan yang merata bagi setiap makhluk. Semua mempunyai hak yang sama, dan tanggung jawab yang sama sesuai dengan kasusnya.
Asas asas Keadilan dalam agama Buddha:
1. Hukum Kamma. Suatu sistem peradilan yang sempurna, mengadili setiap pelaku tanpa pernah membedakan latar belakang, suku, agama, jenis kelamin, pangkat,jabatan, usia, kasta, dan lain lain. Berlaku untuk semua makhluk di alam semesta, sepanjang zaman.
Jika kita ingat hukum kamma, maka kita akan berbuat adil tanpa membedabedakan, ataupun melakukan diskriminasi terhadap pihak lainnya.
2. Metta-Karuna, kasih sayang dan belas kasihan. Dengan Kasih sayang yang dikembangkan kepada semua makhluk, kita bisa berlaku adil, karena kita akan merasa kasihan, iba, tidak tega, tidak sampai hati, melihat akibat dari perlakuan yang tidak adil terhadap pihak pihak tertentu.
3. Sila, prilaku dan moralitas luhur membuat seseorang semakin menghargai hak hak orang/makhluk lain. Kita tidak akan melakukan sesuatu kepada orang/makhluk lain jika kita tidak mau orang/makhluk lain melakukan hal yang sama kepada kita.
- Selesai
0 komentar:
Post a Comment